Minggu, 11 November 2012

Street Fotografi

Teks oleh: Prabowo Setyadi

Jalanan. Atau tempat yang biasa kita lalui dalam setiap waktu nya bukan lah sebuah tempat untuk menjadikan sebuah hal menjadi terstruktur. Ya! Memang ada yang nama nya aturan jalanan. Ya! Memang ada yang namanya hukum jalanan yang menyebutkan siapa yang kuat. Dia yang bertahan. Namun bukan itu inti dari apa yang disebut dengan jalanan itu.

Siapa yang dapat mendefinisikan bahwa jalanan merupakan sebuah ruang untuk mendefinisikan sesuatu hal yang sedang terjadi secara paten? Sebagai contoh. Ketika reformasi 1998 di Indonesia ketika itu adalah peristiwa turun nya soeharto sebagai presiden RI setelah selama 32 tahun dia menjabat. Ada satu karya foto jurnalistik yang di muat dimedia Harian Koran KOMPAS yang memuat foto seorang demonstran yang terkapar setelah dipukul oleh beberapa polisi yang mengejarnya. Namun di sisi foto yang lainnya sang fotografer juga memotret adegan ketika beberapa polisi yang lain menolong demonstran tersebut dengan menggotongnya. Seperti akan membawanya ke tempat yang lebih aman.

Dari hal tersebut mungkin dapat dikatakan bahwa street photography bukan berbicara atau membahas tentang apa itu konsep dari street photography . Namun hanya menjadi sebuah cerita yang tidak meninggalkan jejak dalam waktu yang lama. Hanya sekejap. street photography  berbeda dengan foto budaya, foto jurnalistik,dll. Namun street photography dapat masuk keranah semua jenis fotograpi.

Kalau saja sang fotografer KOMPAS tersebut bukan lah sebagai karyawan media tersebut. Tentu dia tidak akan menjadikan foto itu sebagai foto jurnalistik. ( hal tersebut karena sudah menjadi kewajiban dia. Dan itu merupakan sebuah tugas kerja yang mulia) namun menjadikannya sebag street photography atau yang lainnya.

Street photography bersifat sangat-sangat fleksibel mengikuti irama yang terjadi di jalanan. Dia tidak terpaku pada apakah harus disertakan caption teks atau tidak, harus menyertakan manusia sebagai subjeknya atau pun formatnya harus hitam-putih. Bukan. Bukan itu.

Sama dengan jenis foto lainnya, Street photography merupakan sebuah bagian dari jenis fotograpi lainnya juga. Dia berdiri sendiri. Namun dalam street photography kita tidak dapat meminta seseorang yang sedang mengemis untuk melakukan pekerjaan nya ketika dia sedang beristirahat. Itu dilakukan biasanya untuk menghasilkan hasil yang dramatis. Dan itu juga bukan berarti street photography harus diambil secara candid. Juga tidak perlu bersembunyi ditengah-tengah orang banyak.

Lalu. Bagaimana dengan foto fashion merk-merk terkenal semacam Gucci, etien aigner, chanel, cartier, dll. Banyak dari foto-foto produk mereka mengambil di jalanan. Namun foto tersebut terkonsep. Kenapa terkonsep karena itu merupakan foto komersil. Dan itu disebut foto street fashion. Mungkin yang menerapkan pertama bagaimana seorang desainer memasarkannya produknya dalam bentuk street photography adalah channel. Lihat di film “COCO CHANNEL”.

Saya dapat mengatakan itu sebagai bagian dari street photography karena terjadinya di jalanan. Bukan dalam sebuah gedung tinggi ataupun didalam tanah. Street photography merupakan sebuah genre foto yang merekam denyut kehidupan dijalanan. Entah itu jalanan didesa atau kota. Dijalanan pula kita dapat mendapatkan apa yang dikatakan sebagai foto jurnalistik. Sebagai contoh adalah bagaimana apabila sedang terjadi kebakaran suatu gedung di suatu daerah pusat perbelanjaan. Disana terjadi tumpang tindih persepsi. Apakah foto jurnalistik atau street photography? Itu kembali lagi pada si fotografer, mau diapakan foto dia tersebut.  Dan akan dia masukan kedalam teori keilmuan apa. Itu terserah persepsi si fotografer. Karena dia merupakan pelaku utama dalam proses dokumentasi tersebut.

Street Photography juga merupakan sebuah cara bagaimana kita memahami apa yang disebut jalanan. Jalanan tidak harus dikonsepkan keras,brutal,kumuh dan mengerikan. Lihat foto-foto street fashion merk-merk terkenal seperti yang telah disebutkan diatas atau yang biasa kita lihat di dinding-dinding pusat perbelanjaan mewah ataupun majalah fashion dan model.. Dijalanan juga terdapat keindahan Bagaimana denyut kehidupan para penghuni rumah kardus dipinggiran rel kereta api.

Street Photography tidak membutuhkan konsep yang baku. Karena dia bukan merupakan sebuah system yang terstruktur. Itu bisa kita lihat juga dari film City Of God, City Of Men, London Brighton, Johny Mad Dog, Soloist ataupun film nya Quentin tarantino yang berjudul Resevoir Dog. Itu kira nya dapat kita jadikan sebagai referensi apa yang disebut konsep dari street photography secara konseptual. Atau dapat juga kita lihat di albumnya HOMICIDE yang bertitle ILLSURREKSHUN. Didalam album tersebut terdapat sebuah cover tentang foto-foto demontrasi tentang hari buruh yang diperingati setiap tanggal 1 Mei setiap tahunnya. Si empunya HOMICIDE mengangkat isu sosial dari sisi street photography nya dengan memuat foto-foto yang terjadi pada saat peringatan hari buruh sedunia tersebut. Tanpa keterangan caption teks dimana terjadinya peristiwa tersebut. Hanya cerita tentang kondisi bagaimana kapitalisme dan kekerasan terjadi terhadap buruh. Dan itu pun dapat dikategorikan sebagai foto jurnalistik. Jadi dalam street photography TIDAK ADA ATURAN ATAU KONSEP YANG TELAH DIPATENKAN HARUS SEPERTI INI DAN ITU. 

Eugene Atget yang dikenal sebagai bapak Street Photography. Karena pada masanya dari 1890-1920 membuat kronika, dari apa yang ada dijalan kota Paris, dari jendela, tangga, taman, dan sebagainya, manusia dalam kronika Atget justru bukanlah obyek utamanya. Ini memberikan pengertian, bahwa komunikasi menembus batas kecenderungan transmisional. Benda-benda memiliki ritusnya tersendiri. Dan itu lebih tergambarkan dalam bagaimana seorang seniman foto jalanan mengambil pesonanya seperti apa-apa yang telah di lakukan oleh Atget.

Berbeda dengan Atget, fotografer Cartier-Bressin justru memandang bahwa Street Photography adalah selalu tentang obyek manusia di jalan. Dia mengenalkan, keberadaan ‘momentum’ atau ‘momen-momen menentukan’ Seorang surealis seperti Cartier-Bressin yang gandrung untuk menjadi pelukis, telah menjadikan Street Photography menjadi begitu formal dalam konsep-konsep yang padat (Westerback dan Meyerowitz, 1994:157-159).

Kembali menyimak signifikasi tahap kedua Barthesian, terdapat peristiwa yang menarik, yang melibatkan Meyerowitz dalam pandangannya terhadap foto jurnalistik. Baginya foto jurnalistik, memang melibatkan elemen yang mampu menggugah dan melibatkan peristiwa sosial, seperti kesejahteraan, rasialisme, dsb. Namun,  Street Photography lebih berkelahi kepada hal-hal yang terdapat (dari sekedar ‘tangkapan sosial’ gaya jurnalistik foto) dalam foto-foto mengenai mereka yang ada di jalan dan apa yang mereka tinggalkan di sana.

Street Photography melalui paradigma macam ini, dengan demikian telah meninggalkan bentuk denotasi makna pada signifikasi tahap pertama Barthesian, kepada bentuk yang tidak dapat dikonsepkan.                  

Jalanan merupakan sebuah arena kebebasan berekspresi bagi seseorang dalam memahami sebuah peristiwa hidup mereka. 

Sumber:
http://ruangfoto.com/?p=829

Tidak ada komentar:

Posting Komentar